Teras Rasa

Imanensi Realitas & Transendensi Kebenaran #1

The Temptation of St. Anthony by Salvador Dali
"We are a way for the cosmos to know itself. But to do that, we must first learn to see beyond our limited dimensions." Carl Sagan 

Kutipan Carl Sagan ini menggambarkan ide, bahwa kesadaran manusia merupakan cerminan dari semesta yang sedang menyadari keberadaannya sendiri. Dalam konteks ini, realitas dapat dipahami sebagai medan tempat “Kebenaran” memperkenalkan diri—bukan secara personalistik, melainkan melalui keteraturan, kompleksitas, dan keindahan yang dapat dikenali oleh kesadaran reflektif.

Untuk benar-benar memahami Kebenaran, kita tidak hanya dituntut untuk unggul secara intelektual dan spiritual, tetapi juga ditantang untuk menyelami keterbatasan rasional maupun intuitif dalam cara kita memahami realitas. Introspeksi menjadi alat untuk menyadari bahwa pengetahuan kita sendiri adalah cermin dari batasan eksistensial.

Melalui realitas semesta, Kebenaran mewujudkan aspek transendental dan imanen-Nya. Resonansi yang hadir dalam segala wujud memungkinkan manusia, sebagai makhluk sadar, untuk menangkap kilasan dari sifat-sifat yang melampaui dimensi empiris.

Kita adalah suryakanta (lensa) di mana Realitas menafsirkan singularitas Kebenaran, dan sekaligus prisma di mana Kebenaran menampilkan multiplisitas Realitas. Dalam kesadaran manusia, Al-Haqq memantulkan Diri-Nya. Kita adalah cermin resonansi-Nya—tempat keterbatasan dan kemungkinan tak terbatas saling bertemu.

1. Realitas sebagai Keutuhan Segala Sesuatu (Imanen)

Realitas adalah keseluruhan dari segala yang ada mencakup yang nyata maupun yang tersembunyi, yang lahir maupun yang batin, yang tampak maupun yang gaib.

Ia adalah totalitas dari keberadaan itu sendiri, tempat segala hal, bahkan pertentangan dan paradoks saling terkait dan berkelindan. Realitas tidak terbatas pada apa yang bisa diamati, tapi mencakup segala kemungkinan, potensi, bahkan ilusi.

    Realitas adalah keutuhan semesta, di mana segala sesuatu memiliki tempatnya tak peduli seberapa kecil, besar, benar, salah, terang, atau gelap.

    2. Kebenaran sebagai Keesaan Segala Hal (Transenden)

    Kebenaran bukan sekadar fakta atau data, tetapi inti atau esensi yang menyatukan segala keberagaman. Ia adalah satuan makna  yang tersembunyi di balik berbagai bentuk dan rupa.

    Di dalam banyak hal yang berbeda, Kebenaran adalah yang menyatukan, yang memberi identitas, tujuan, dan nilai yang sejati. Kebenaran mengarah pada kesatuan yang menyeluruh, bukan karena meniadakan perbedaan, tapi karena memahami inti dari segala perbedaan. Kebenaran adalah keesaan hakikat di balik keragaman rupa — satu napas yang menghidupkan banyak bentuk.

      Realitas adalah keutuhan lahiriah. Kebenaran adalah keesaan batiniah.
      Realitas adalah dunia yang terjadi. Kebenaran adalah inti yang hadir.
      Realitas adalah lingkaran. Kebenaran adalah pusatnya.

      3. Imanensi dan Transendensi: Dua Wajah dari Yang Esa

      Imanensi adalah wajah batin dari realitas yang hadir dalam segala sesuatu—meresap dalam wujud partikular: benda, peristiwa, pikiran, dan pengalaman. Dalam segala sesuatu yang ada, terdapat jejak kehadiran Sang Kebenaran : Kebenaran dalam materi, makna dalam bentuk, jiwa dalam jasad. Realitas bukanlah sekadar ruang kosong tempat kejadian berlangsung, melainkan panggung suci yang penuh gema kehadiran Sang Kebenaran. Dalam kerangka ini, imanensi bukan hanya kedekatan spasial, melainkan kedalaman ontologis. Sang Realitas selalu bergerak dari pusat kegelapan eksistensialnya, meluas menuju terang horizon—mencari makna, arah, dan tujuan. Namun, Sang Kebenaran adalah yang memanggilnya kembali ke dalam: bahwa tujuan sejatinya bukan di luar, melainkan di kedalaman dirinya sendiri. Apa yang menjadi arah perjalanan Realitas adalah wajah batin dari Sang Kebenaran itu sendiri.

        بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

        وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهٖ نَفْسُهٗ ۖوَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ

        Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh dirinya. Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (QS. 50.16)

        وَلِلّٰهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَاَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

        Hanya milik Allah timur dan barat. Ke mana pun kamu menghadap, di sanalah wajah Allah.36) Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui. (QS. 2. 115)

        Sebaliknya, transendensi adalah gerakan Sang Kebenaran—melampaui batasan bentuk, rupa, dan keberbedaan—untuk menunjukkan bahwa makna dan kesatuan tidak berada pada permukaan, tetapi dalam keutuhan yang mengatasi segala partikularitas. Transendensi bukan berarti keterpisahan atau kejauhan, melainkan keber-adaan yang tak terbatas oleh batas-batas eksistensi.

        Dalam transendensi, segala fenomena menemukan akar maknanya. Sang Kebenaran bergerak dari horizon menuju pusat, mempertemukan semua partikularitas kembali ke kesatuannya. Dan pada titik pertemuan antara horizon (batas tak hingga) dan pusat (inti nol) inilah terjadi resonansi timbal-balik (recursive dan reciprocal) antara Sang Realitas dan Sang Kebenaran. Keduanya saling mengakui: bahwa mereka bukan dua, melainkan satu dalam esensi.

        هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِۗ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِى الْاَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاۤءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيْهَاۗ وَهُوَ مَعَكُمْ اَيْنَ مَا كُنْتُمْۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌۗ

        Dialah (Al Khaaliq) yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. Kemudian, Dia bersemayam di atas ʻArasy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya serta apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke sana. Dia bersamamu di mana saja kamu berada. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. 57.4)

        فَاطِرُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ جَعَلَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا وَّمِنَ الْاَنْعَامِ اَزْوَاجًاۚ يَذْرَؤُكُمْ فِيْهِۗ لَيْسَ كَمِثْلِهٖ شَيْءٌ ۚوَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

        (Allah) Pencipta (Faathirun) langit dan bumi. Dia menjadikan bagimu pasangan-pasangan dari jenismu sendiri dan (menjadikan pula) dari jenis hewan ternak pasangan-pasangan(-nya). Dia menjadikanmu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. 42.11)

        Realitas adalah panggung tempat segalanya terjadi (imanen),
        Kebenaran adalah makna yang melampaui segalanya (transenden).
        Dalam imanensi, Yang Esa hadir dalam segala sesuatu.
        Dalam transendensi, segala sesuatu kembali kepada Yang Esa.

        5 komentar untuk “Imanensi Realitas & Transendensi Kebenaran #1”

        1. Akhirul Kalam …
          Adalah ialah. aktifitas kita yang membatasi makna Yang Tak Terbatas.
          Ialah adalah sangkaan kita dari yang Tak Tersangka.
          Adalah ialah yaitu terbatasnya jangkauan dari Yang Tak terjangkau.
          Yaitu….’ada llah dan ILLA LLah. 😭😁🤪

        2. Alfi jangan ikut ikut ya…ini pembicaraan sudah mencapai satu jengkal di atas akal. sedepa dari fisik. Tapi Aqrobu min hablil wariid.
          Serius! Jangan terseret di wilayah ini.
          Katakan saja, ya gak tidak – ya gak iya. Embuh wes 🤪😁serius iki

        Tinggalkan Komentar

        Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *