Teras Rasa

Kumis, Budaya, dan Politik Identitas

…………………………………………
kamu pasti akan menyenangi kumis tipisku
lalu biarkan sajak-sajak mereka berteriak meledak-ledak
kedua kaki menghentak tanah seperti halnya gaya tuan mereka
dan maklum saja sajak-sajakku sedang rehat
lantaran dunia dianggap ladang asyik bagi para pencari benih subur
kelak kamu pasti merindu kumisku
(Adew Habtsa)

Kumis. Siapa yang tidak tahu dengan bagian tubuh yang satu ini. Bulu (rambut) yang tumbuh di atas bibir atas, biasanya hanya terdapat pada laki-laki, demikian kata KBBI ketika mendefinisikan kumis. Dengan berkumis, banyak wanita yang tertarik. Pun sebaliknya, dengan berkumis pula tidak sedikit wanita yang menjauhi. Sejumlah pakar psikologi banyak yang mengaitkan karakter seorang laki-laki berdasarkan bentuk kumisnya. Misalkan, orang berkumis tipis menandakan bahwa empunya kumis mempunyai kepribadian yang misterius, pandai memikat, dan disukai wanita. Bung Karno, presiden Indonesia yang gantleman itu, sewaktu masih muda mempunyai kumis bertipikal seperti ini. Maka, jangan heran jika ia menjadi primadona kaum hawa. Jika dulu bentuk kumis hanya monoton, semisal tipis dan bercambang seperti paranormal. Namun, sekarang bentuk dan model kumis sangat bervarian. Mulai model pencil ala Denny Sumargo sampai model scruffy, dan Thin Horseshoe.

Kumis juga menjadi ciri khas dan identitas dari kultur ‘Brang Wetan’. Sebutan untuk sebagian besar wilayah Jawa Timur sekarang. Sebutan untuk mereka yang tidak mau tunduk terhadap hegemoni kekuasaan Kerajaan Mataram. Telah banyak dikisahkan dalam berbagai bentuk cerita lisan (oral history) hingga dipentaskan dalam lakon-lakon ludruk, tentang aksi heroik dan kepahlawanan ‘arek-arek’ Brang Wetan terhadap kolonialisme Belanda. Sebut saja diantara nama para super hero itu, Sawunggaling, Trunojoyo, Adipati Cakraningrat, dan yang paling mutakhir, Pak Sakerah. Mereka, ‘arek-arek’ Jawa Timur melawan para penguasa yang mengenakan blangkon mataraman dan disampingnya pasukan Belanda sebagai partner telah siap mengangkat senjata untuk membela. Blangkon Mataraman mempunyai ciri khas ‘bendol buri’ atau benjol di bagian belakang. Mereka menamainya dengan blangkon mondolan. Sebuah penutup kepala yang dimaknai oleh ‘arek-arek’ Jawa Timur dengan sifat yang menggerutu dibelakang, tidak apa adanya (blokosuto). Sangat berbeda 180 derajat dengan blangkon ‘arek-arek’ Jawa Timuran, dimana bentuk bagian depan hingga belakangnya menjulang ke atas. Sebuah simbolisme dari karakter utama dan ciri khas ‘arek-arek’ Jawa Timuran. ‘Bloko suto’ (apa adanya dan terang-terangan). ‘Tanpo tedeng aling-aling’ (tidak ada yang dirahasiakan). Berbicara blak-blakan seperti Bung Tomo. Ya, begitulah karakter ala Jawa Timuran dengan Malang dan Surabaya sebagai prototypenya.

………… bagian depan hingga belakangnya menjulang ke atas. Sebuah simbolisme dari karakter utama dan ciri khas ‘arek-arek’ Jawa Timuran. ‘Bloko suto’ (apa adanya dan terang-terangan). ‘Tanpo tedeng aling-aling’ (tidak ada yang dirahasiakan). Berbicara blak-blakan seperti Bung Tomo.

Cobalah anda tengok sebentar, sejumlah tokoh terkemuka dari Jawa Timur. Mulai dari masa kolonial hingga era milenial. Ada satu kesamaan, kumisnya. Panji Hasmarabangun (tokoh legenda), Sawunggaling (pahlawan Surabaya), Warok Suromanggolo (senopati Ponorogo), Sarip Tambak Oso (pahlawan Sidoarjo), Pak Sakerah (pahlawan Bangil), Sogol (pahlawan Gondanglegi), Gus Ipul (Wagub Jatim), Sunan Kalijaga (Waliyullah), Imam Utomo (Gubernur Jatim), Pakde Karwo (Gubernur Jatim), Cak Kartolo (seniman), Cak Supali (seniman), KH. Anwar Zahid (Dai), Peni Suparto (walikota Malang) dan lain-lain.

Pemilu serentak 2024 tinggal 2 bulan lagi, hanya dalam hitungan tanggal. Seratus, seribu, atau bahkan sejuta foto orang berkumis akan tersebar di saentero wilayah Jawa Timur. Baliho Cak Kumis akan terpampang di perempatan jalan, di gapura masuk gang, menempel di sebatang pohon, atau di pinggiran warung kopi. Kata-kata nan indah akan dirangkai sebaik mungkin dalam bentuk visi-misi, janji-janji politik untuk meraih sebanyak mungkin para voters. Terutama bagi generasi milineal, gen Z sebagai pewaris peradaban. Perlu sedikit menengok kebelakang terkait profil, track record dan kiprah para Cak Kumis selama ini. Lantas timbul sebuah pertanyaan yang kerap menghantui di benak kebanyakan orang, dapatkah Cak Kumis-Cak Kumis itu mempunyai nyali ala Jawa Timuran ketika berada di kantor Bupati, walikota, dan gubernur? bloko suto, tanpo tedeng aling-aling terhadap sebuah kebenaran? Ataukah mereka akan sama saja dengan yang sebelum-sebelumnya ? terseret dengan kamuflase politik, pragmatisme, opurtunis yang semuanya berujung dengan sebuah berita operasi tangkap tangan oleh KPK.

Kita lihat saja nanti. Salam kewarasan. @

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *