Ketika dunia marak dengan tema milenial dan genzi, maka Indonesia juga marak dengan tema yang sama. Begitu juga dengan Nahdlatul Ulama, yang usia berdirinya lebih lama dari Indonesia. Sudah seharusnya NU lebih sigap menyikapi bonus demografi yang Indonesia punyai dan NU miliki.
Ada sebuah tulisan menarik tentang milenial ini, yang berkenaan dengan organisasi negara, birokrasi Indonesia. Bahwa awal tahun 2020, tumbuh dan datangnya para birokrat milenial di lembaga-lembaga pemerintahan yang aturannya tetap birokratis dan ruwet, tidak sejalan dengan era milenial yang praktis, logis dan serba cepat. Sehingga tenaga-tenaga muda ini, di pemerintahan banyak yang tersisih dan belum terpakai secara optimal di birokrasi. (Milenial dan reformasi birokrasi, 27 Maret 2020 oleh M. Rizki Pratama)
Jumlah anak muda Indonesia (Gen Z dan Milenial) saat ini berjumlah 53 %, sebuah angka yang sengat besar mereka mendominasi struktur piramida penduduk Indonesia. (Hasanuddin Ali. 7 Februari 23 dalam NU online jabar)
Potret 53% milenial (generasi yang lahir 1981-1995 dan genzi yang lahir 1996-2010), sebagai organisasi ke Islaman terbesar di dunia, NU juga mengalami hal yang serupa. Bila di pemerintahan kedatangan darah baru, para birokrat milenial, NU juga kedatangan “para birokrat” milenial, pengurus maupun aktivis-aktivis dan genzi. Dominasi NU oleh milenial dan genzi ini sesuatu yang tak terelakkan, sebagai rahmah yang besar sekaligus tantangan besar bagi generasi Baby boomers yang masih banyak eksis hari-hari ini.
Dalam 5 tahun ke depan, Komposisi warga NU dan pengurusnya akan didominasi generasi milenial. Hari-hari ini di grup NU Watshap (berdasar pengamatan grup besar warga NU kecaman Pacet) betapa terbukanya tulisan-tulisan atau postingan kritis terhadap kemapanan, ke stagnan-an atau hal-hal dianggap tidak dinamis, sikap-sikap pengurus NU yang dianggap tidak terbuka dianggap kaku dan menjadi santapan empuk netizen yang didominasi milenial ini. Ini tidak biasa, bahkan ada yang menganggap kurang ahlak, akan tetapi menarik untuk dicermati.
Fenomena-fenomena diatas adalah sebuah kenyataan yang tak mungkin bisa di pungkiri. Waktu akan selalu bergerak tanpa ada yang mampu membatasi. Hal yang terpenting bagi kita adalah bagaimana kita bisa menerima mereka, membina dan membuat suasana NU lebih kondusif untuk mereka huni saat-saat ini. Karena, kedepan ditangan merekalah NU akan terwarnai. Tugas kita yang paling sederhana, berikan mereka ruang untuk lebih enjoy di NU. Agar mereka pomah, kerasan dirumah NU dan obah, beraktivitas yang dinamis sebagai anak muda NU. Jangan biarkan kantor-kantor NU berisi tiang-tiang dan bendera-bendera organisasi maupun perlengkapan banjari, tapi biarkan pula gitar dan novel-novel Tere Liye berserakan dan turut menghiasi.
Jangan biarkan mereka berlama-lama ber WiFi dan Selfi di kafe-kafe umum. Kantor-kantor MWC bahkan PC sekalipun, idealnya punya WiFi yang handal dan lokasi-lokasi mirip kafe yang oke untuk tempat kongkow mereka. Tidak mahal untuk itu, tapi yang mahal adalah arogansi kita yang tidak mau mengikuti perubahan yang sangat dinamis ini.
Struktur kepengurusan utamanya di tingkat ranting dan mwc begitu pula GP Ansornya seharusnya akomodatif dengan para milenial dan genzi ini. Dominasi para Baby boomers, generasi sebelum milenial idealnya ditinggalkan, apalagi beberapa pernyataan ketua PBNU pada berbagai kesempatan tentang digitalisasi, administrasi tanpa kertas, adalah makanan empuk para milenial dan genzi.
Ditingkat organisasi, Genzi NU, IPNU dan IPPNU, model perekrutan harus benar menarik dan sejalan dengan kecenderungan perilaku masa depan NU. Ujung tombak genzi NU harus benar-benar diperhatikan, Makesta atau masa perekrutan awal anggotanya harus diletakkan pada saat yang tepat dan lokasi yang menarik, tepat di masa liburan, dilaksanakan di kafe-kafe misalnya, dengan metode yang lebih partisipasi. Model-model dinamika kelompok yang lebih mengedepankan partisipasi peserta dengan meminimalkan metode searah atau ceramah, bisa dipertimbangkan, berapapun pesertanya harus dilaksanakan, kuantitas penting tapi kualitas itu lebih penting.
Pendekatan ke target peserta makesta bukan hanya ke calon peserta, dioptimalkan juga kepada orang tua peserta, penyadaran bahwa berorganisasi merupakan bagian dari proses pembelajaran perlu disadari oleh semuanya. 1 orang tua NU, 1 aktivis NU harus mengganti dengan 1 aktivis IPNU maupun IPPNU.
Berbagai Upaya kreatif untuk menggaet dan membuat kerasan di rumah besar NU, seharusnya menjadi tema yang harus kita update setiap saat. Begitu tulisan ini, tak lebih dari upaya, regenerasi di NU berjalan harmonis dan dinamis, karena “student today leader Tomorrow, subbanul yaum rijaalul ghad”.
Semoga bermanfaat.
No coment !
Kenapa? Saya harus tau diri bukan bagian jam´iyah. Meski sering menganggap diri sebagai jama´ah. Mau berkomentar sepertinya sudah disinggung oleh Kyai Yahya Tsaquf bahwa hanya orang dalam yang boleh.
Yang optimis dong Mas Jim Jimy. NU milik kita semua.
Semangat yang menulis
Ayo ikut juga dalam menuangkan pemikiran cuy.
Alhamdulillah Manfaat Barokah semoga apa yg diharapkan dalam tulisan ini terwujud
Amin.
Tulisan yg menarik dan memotivasi untuk di aktualisasikan……di mulai dari mwcnu pacet Banom nya
Setuju Kang, ayo ikut menuangkan gagasan. Biar tambah keren.
Bagus..👍 sepemikiran.. setuju…
Mewakili apa yang ada dipikiran saya.. dan manfaat🫰
Bagus sekali… kritis.