Teras Rasa

Attention!

"Kau pernah dengar? Sebuah penelitian mengatakan bahwa attention span manusia terus menurun. Di tahun 2004, kita bisa bertahan pada satu layar/ konten 2,5 menit. Beberapa tahun kemudian turun menjadi 75 detik. Lantas sekarang kembali menurun hingga mencapai 47 detik."

Dia memulai kembali obrolan yang yang terhenti setelah sebelumnya seorang pramusaji membawakan makanan yang kami pesan.

Entah kenapa tiba-tiba melompat ke pertanyaan seperti itu, sedangkan sebelumnya kami membahas tentang Danau Ashinoko yang terhampar tepat di hadapan. Sebuah danau yang terbentuk akibat Gunung Hakone meletus 3000 tahun yang lalu.

Seperti biasa, mendapati pernyataan dadakan seperti itu aku harus sedikit memeras otak untuk memberikan tanggapan. Selain karena tidak siap, ada alasan lain yang menjadi pertimbangan dalam menanggapinya, yaitu; Perempuan ini tidak terlalu suka jika aku cenderung menyepakati statement atau sebuah teori atau apapun itu yang terlontar darinya.

Dengan tarikan nafas panjang, aku mencoba untuk berargumen.

“Bukan begitu. Justru karena tingkat kecerdasan manusia yang semakin meningkat, sehingga tidak memerlukan waktu yang lama untuk mempelajari atau berkonsentrasi terhadap sebuah pewacanaan.”

Mendapati statemen ketidak-bersepakatanku seperti itu, perempuan ini bereaksi dengan mengangkat kedua alisnya sembari melemparkan senyum. Ah… ekspresi ini yang selalu kurindui dan kutunggu-tunggu pada dirinya.

“Semakin cerdas? Bukankah seharusnya semakin cerdas manusia, dia akan memiliki kemampuan untuk menjaga konsistensi irama konsentrasinya? Bukan malah sebaliknya. Bukan malah menurunkannya.”

Dia mencoba untuk mematahkan kembali argumenku. Lagi, keadaan seperti ini yang membuatku betah berlama-lama untuk mengobrol dengannya. Bukan persoal apa yang sedang kami perdebatkan. Tapi lebih kepada bagaimana aku bisa menikmati banyak hal di wajah dan mimik mukanya–baris gigi yang rapi, lesung pipit di kedua ujung bibirnya, dan binar pada matanya selalu memancarkan energi yang entah apa namanya.

“Kita tidak bisa menyamaratakan manusia di jaman satu dengan jaman lainnya. Mungkin di satu jaman dimana manusia memiliki attention span, taruhlah 1 jam, bisa jadi kondisinya saat itu trend manusia spesialis. Artinya manusia tidak sedang berpikir untuk memecahkan banyak masalah. Sedangkan saat ini, di jaman modern ini, cara berpikir manusia sudah berbeda, pun masalah yang harus diselesaikan juga memiliki level yang berbeda pula. Sehingga, mayoritas manusia modern harus mulai berpikir untuk menjadi generalis. Manusia modern dipaksa untuk menyelesaikan banyak masalah sekaligus dalam satu waktu. Mungkin hal ini yang pada akhirnya membuat manusia modern atau jaman sekarang membagi-bagi attention spannya kepada banyak hal. Karena memang tuntutan jamannya seperti itu.”

Kali ini aku menjelaskan sedikit panjang lebar dan perempuan ini masih saja memberikan binar mata yang entah apa itu namanya, meski dalam keadaan diam menyimak apa yang sedang aku bicarakan.

Giginya yang rapi …
Lesung pipitnya …
Binar matanya…

Selalu menyita waktu dan ritme konsentrasiku dalam banyak hal.

“Kau tahu? …” tambahku setelah berpanjang lebar dengan statement teoritis sebelumnya.

“Apa?” tanya dia dengan mimik wajah yang serius.

“Peningkatan kecerdasan manusia berpengaruh pada ritme konsentrasinya terhadap suatu hal, sesuai dengan kebutuhan jaman. Sedangkan …” aku sedikit memberi jeda untuk mengambil nafas panjang sejenak.

“Sedangkan apa?”

Sembari berbisik, aku melanjutkan pernyataan yang terjeda sebelumnya.

“Sedangkan perasaanku padamu, berpengaruh pada caraku memandang keajaiban yang mustahil secara logika.”

Sembur merah pada pipinya seketika merona, dan tidak lupa sebuah cubitan kecil mendarat di lenganku.

Malang, –

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *