
Kala itu ibu berwajah cantik nan teduh, bermata lebar bulat, dan berlesung pipi sebelah kanan menyambut balitanya yang menangis dari kejauhan sepulang acara santunan anak yatim. Dia membelai lembut permata hatinya. Tak disangka sang buah hati bertanya diiringi air mata yang masih mengalir deras:
“Ibu, kapan bapak hidup lagi? Bapak kok lama gak ketemu aku. Aku ingin dibelikan mainan tapi sama bapak.”
Trenyuh, bendungan seakan mau meluap namun sekuat tenaga ditahan agar tidak sampai terlihat di hadapan balitanya. Apapun kondisi psikis seorang ibu harus selalu terlihat kuat di mata anak-anaknya. Setelah berhasil menenangkan balita, kemudian ibu bertanya tentang acara tadi. Sang anak bercerita panjang lebar sambil memberikan amlop berisi tak seberapa:
“Aku tadi dipanggil bersama kakak-kakak gak tahu namanya. Difoto buk beberapa kali di panggung. Trus aku ingat bapak.”
Apa ada yang kliru dengan penyelenggaraan acara tersebut? Hehehe…… Mari kita bahas bersama-sama, karena menelaah adalah sebuah solusi. (Sembari senyum)
Mereguk Kebahagiaan 10 Muharram
Bulan Muharram adalah salah satu bulan yang terasa istimewa, memiliki makna spiritual yang dalam bagi umat Muslim. Tanggal 10 Muharram dikenal sebagai Hari Asyura merupakan hari yang penuh keutamaan, terutama dalam kegiatan memberi santunan kepada anak yatim meski di luar tanggal itu bagus juga. Tradisi ini di Indonesia disebut sebagai “Lebaran Anak Yatim” yang mencerminkan rasa kasih sayang dan perhatian terhadap sesama. Acara santunan anak yatim digelar di mana-mana dari tahun ke tahun. Ikhlas dalam berbagi merupakan keutamaan 10 Muharam yang menjadi wasilah sebab musabab keberkahan serta kelembutan hati. Alangkah bahagia priayi-priayi yang tergugah hatinya bisa berbagi kepada anak yatim dalam acara ceremonial santunan anak yatim. Mengapa? Karena membuka mata hati bahwa anak yatim adalah kuat dan tegar mampu beradaptasi dalam situasi sulit tanpa kasih sayang bapaknya.
Lantas apakah semua anak yatim dalam acara tersebut bahagia? Bagaimana kalua justru sebaliknya yang terjadi? Mari lanjutkan ya? guna membaca situasi
Arsy Bergoncang
Yuk sejenak kembali membaca dengan hati cerita yang di atas tadi. Anak yatim sepulang acara santunan menangis ingat bapaknya. Dipanggil satu persatu anak-anak yang sudah tidak mempunyai bapak maju naik ke atas panggung saat acara berlangsung. Tentu bila anda memposisikan sebagai anak yatim apa ya tidak sedih? terlebih masih usia balita? Meski dapat amlop tak seberapa.
Mari kita buka kitab kecil, berjudul Washiatul Mushthofa karangan Imam Abdul Wahab Asy Sya’roni. Didalam kitap tersebut terdapat kutipan yang artinya kurang lebih:
Dan bila anak yatim sampai menangis, maka ‘arsy bergoncang. Dikatakan : Wahai Malaikat Jibril, luaskan neraka bagi siapa saja yang menyakiti anak yatim hingga membuatnya menangis, sebaliknya perluas surga bagi siapa saja yang membuat anak yatim senyum bahagia.
Hadist tersebut memberikan message agar berhati-hati terhadap anak yatim. Perasaan sedih dan sakit hati anak yatim mampu menyebabkan ‘arsy bergoncang. Belum titik, tindak lanjutnya Allah memerintahkan Malaikat Jibril tuk membuka lebar-lebar pintu neraka sebagai balasan menyakiti anak yatim. Sebaliknya, Allah juga memerintahkan tuk membuka pintu seluas-luasnya bagi pribadi yang gemar membuat anak yatim gembira.
Bukan Bahan Eksploitasi: Etika dan Kepentingan Sepihak
Etika dalam Islam sangat penting karena menjadi panduan menyeluruh dalam berperilaku, mencakup hablum minallah wa hablum minan naas. Etika Islam berasal dari Al-Quran dan ajaran Nabi Muhammad Saw, bertujuan membentuk manusia yang memiliki akhlak baik, berperilaku sopan, serta mampu memberi manfaat bagi masyarakat. Dengan menerapkan etika Islam, akan tercipta keharmonisan sosial, adil, dan kesejahteraan bersama.
Dalam acara santunan anak yatim sering dijumpai ambil foto mereka sebagai dalih untuk laporan pertanggungjawaban.
Apa foto cukup sekali?
Dimungkinkan berkali-kali. Apa cuma untuk pertanggungjawaban?
Apa gak ada acara lain?
Hmm…….
Sekian persen untuk laporan pertanggungjawaban, namun yang sekian persen tuk euforia upload status medsos tanpa sensor wajah fisik mereka. Bangga mendapat sekian banyak like dan tanggapan “memuji”. Sekali lagi mohon maaf! mereka bukan bahan eksploitasi.
Coba merenung sejenak saja, andaikan kita yang berada di posisi itu, bagaimana perasaannya? Sudah mati rasakah kita? Meski masih anak kecil tapi mereka punya rasa. Mari beristighfar. Astaghfirullahal ‘adziim……
Ngaji Ushul Fiqh
Saya yakin pembaca sudah hafal bahkan di luar kepala dalil-dalil tentang hukum menyantuni anak yatim. Secara teori sudah penuh. Maka gak perlu dijabarkan lagi. Dalam ushul fiqh ada kaidah
الأصل في الأشياء الإباحة
“Asal segala sesuatu itu mubah.”
Kecuali yang telah ada nash keharamannya. Tetapi perlu dipertimbangkan ‘illat atau qoriinah-qoriinah atau perkara yang menyertainya. Contoh sederhana: menyembelih ayam asalnya boleh. Namun bisa jadi haram ketika tidak disertai baca basmallah ketika nyembelih, haram bila ayamnya adalah hasil curian. Bisa jadi sunah, makruh, wajib tergantung illatnya (sebab-sebab).
Menyantuni anak yatim merupakan ajaran yang sangat dianjurkan dalam Islam. Namun bila penyelenggaraan masih seperti biasanya dipertontonkan ke khalayak bisa jadi nilainya bergeser dari sangat dianjurkan menjadi … (pembaca tentu lebih tahu)
Satu lagi kaidah ushul fiqh yang relevan dengan acara santunan anak yatim di panggung adalah:
دَرْءُ المفاسد مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِح
Menghindari madhorot (kerusakan) itu lebih utamakan daripada mengambil maslahah.
Menjadikan bahan renungan bersama evaluasi cara menyantuni anak yatim dengan menghindari madhorot. Penyelenggara tentunya lebih pintar tanpa digurui bagaimana mengemas acara santunan anak yatim dengan penuh bijak memprioritaskan sisi-sisi empati kepada mereka. Anything, harus kita pegang bahwa anak yatim itu mulia pilihan Allah. Doanya mampu menembus langit. Mari mereguk kebahagiaan dengan mencari ridha Allah. Semoga kelak kita semua dekat dengan Rasulullah berkah anak yatim. Amiin.. Wallahu a’lam.