Teras Rasa

Diversifikasi Kader NU: Catatan Menjelang Musim Liburan Sekolah

Suatu ketika kami bertemu dan berdiskusi dengan seorang aktivis PC IPNU Mojokerto, yang kebetulan juga mantan Ketua PAC IPNU, tentang kader IPNU/IPPNU, alokasi waktu perekrutan anggota baru (Makesta), penyebaran asal kader, serta jumlah peserta Makesta. Alokasi Makesta biasanya dilakukan saat liburan umum, dengan merekrut dari sekolah-sekolah terdekat, dan peserta berkisar rata-rata 30-an anak tiap tahunnya. Kegiatan ini dilaksanakan sekali dalam setahun untuk setiap PAC atau setiap kecamatan. Proses rekrutmen seperti ini tampaknya sudah menjadi tradisi IPNU/IPPNU di banyak tempat.

Tradisi baik ini sebenarnya masih bisa ditingkatkan untuk melakukan pengayaan latar belakang kader (diversifikasi), sehingga ke depan IPNU/IPPNU—yang sudah pasti ber-NU—memiliki kader yang lebih beragam. Kader yang memiliki kemampuan sesuai bidang keilmuannya sudah ter-NU-kan secara jam’iyah dan keorganisasian sejak dini, tanpa harus mendomestikasi kebebasannya ketika berada di fase kemahasiswaan, misalnya dengan mengebiri ruang gerak mereka (di PMII) dalam relasi interdependensi, apalagi sebagai badan otonom. Biarkan mereka “bebas”, karena dalam tubuh mereka sudah mengalir darah NU lewat IPNU maupun IPPNU.

Maka, proses rekrutmen kader muda NU harus dilakukan dengan sangat kreatif. Model-model perekrutan kader harus menjangkau dan menyesuaikan irama serta dinamika sekolah-sekolah umum, khususnya SMA/SMK.

Sekolah-sekolah “unggulan” yang memiliki keterkaitan dengan stakeholder NU, dan lulusannya hampir 100% melanjutkan ke perguruan tinggi umum—seperti Amanatul Ummah Pacet dan Surabaya, tren Sains Tebuireng, Madrasah Progresif Bumi Shalawat, dan sejenisnya—harus dibidik secara tepat dan menjadi prioritas. Sekolah-sekolah ini biasanya mengambil liburan di luar waktu liburan umum, maka Makesta tidak harus dilakukan sekali dalam setahun. Bisa dilakukan lebih dari sekali, sebagai prioritas untuk pelajar dari sekolah-sekolah semacam ini, sebagai bentuk pendekatan khusus. Terlebih bila ada kesadaran untuk menjadikan komisariat IPNU/IPPNU hadir sebagai organisasi intra di sekolah unggulan yang terafiliasi dengan NU.

Dengan demikian, ketika mereka berada di perguruan tinggi—dan sebagian besar berada di luar studi keagamaan—mereka tetap dapat melanjutkan aktivitasnya di organisasi bernuansa NU: IPNU/IPPNU, atau minimal PMII. Kalaupun mereka tidak aktif di keduanya, mereka tetap setia menyimpan KTA IPNU/IPPNU di sakunya.

Mereka inilah yang kelak kita harapkan terpatri sejak dini, bahkan secara formal sebagai anggota NU. Mereka menjadi salah satu sayap kuat yang bergerak seimbang dengan sayap-sayap lain, dan tercipta komunitas ideal di NU yang bersinergi dengan kader-kader NU berlatar belakang pesantren salaf, serta fakultas keislaman yang sejak dulu sudah memiliki ekosistem kondusif dalam tubuh NU.

Bahkan ke depan, jika mereka harus berkecimpung di dunia pertambangan misalnya, mereka seharusnya lulusan ITB atau universitas lain yang memiliki studi pertambangan. NU tidak perlu hadir secara kelembagaan di dunia semacam itu; cukup dengan individunya yang memiliki loyalitas besar terhadap organisasinya.

Elit-elit NU pun tidak terkonsentrasi pada satu departemen—yang konon hampir dibubarkan di era Gus Dur. NU bisa memiliki banyak kader “24 karat” yang tersebar di berbagai departemen secara masif. Bahkan di tingkat MWC NU saja, kita sering kesulitan menemukan orang yang tepat untuk sekadar menempatkan kader potensial di lembaga-lembaga sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

Diversifikasi kader NU idealnya memang sudah dimulai sejak dari organisasi termudanya, IPNU/IPPNU, dan terus terjaga secara konsisten hingga GP Ansor/Fatayat, lalu berlanjut hingga Muslimat dan NU secara keseluruhan. Dengan demikian, NU dapat berkontribusi lebih luas dan relevan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, serta memperkuat eksistensi dan perannya di tengah tantangan zaman.

“Agar NU kuat di masa depan, maka NU harus hadir dalam seluruh denyut kehidupan masyarakat. Bukan hanya dalam tahlilan dan pengajian, tapi juga dalam teknologi, ekonomi, dan kebudayaan.”

— KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

wallahu a’lam bish shawab

3 komentar untuk “Diversifikasi Kader NU: Catatan Menjelang Musim Liburan Sekolah”

    1. 😊 minimal bila ada anak2 ipnu berkunjung ke rumah kita, partisiipasi lagi untuk hal yg sama, makesta. Tidak bilang bolak balik untuk kegiatan yg sama. Cepat jawab cash atau nasi bungkus

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *