Teras Rasa

Akun Tuhan dan Orang-orang yang Kehilangan Pelukan

Hari-hari menjelang pelantikan presiden, berita-berita hoax semakin tumbuh berkembang. Serasa perjuangan polisi cyber semenjak terungkapnya saracen, dan beberapa langkah-langkah antisipatif selanjutnya menjadi sia-sia. Genderang perang hoax kembali ditabuh. Masyarakat cyber semakin dibuat tak berkuasa atas derasnya informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Hingga pada satu saat, sebuah akun bernama “TUHAN” menjadi viral oleh kalimat pertama dan sederhananya; “Akar masalah segala macam keributan hanyalah tentang bagaimana kita (manusia) Indonesia, telah kehilangan pelukan. #peluk”

Dalam sekian menit, share status tersebut telah mencapai ribuan. Orang-orang seolah seketika mengamini hal ini. Tampak pada sebagian besar komentar yang ‘nimbrung’ komentar acak pada status tersebut. Mereka membicarakan sebuah pelukan dari berbagai macam sudut pandang. Ada yang mengaku terlalu sibuk, berangkat pagi pulang malam, sampai rumah tidur, pagi berangkat lagi, tanpa ada pelukan sama sekali dengan istri bahkan anak-anaknya. Seseorang dengan foto profil layaknya kyai juga berkomentar bahwa umat hanya merasa memeluk agamanya, tanpa memahami esensi sebenarnya, sehingga lupa cara bertoleransi dan saling menghormati antar sesama manusia. Ada pula yang sekedar mengatakan dengan singkat dan lugas, bahwasanya setelah ini ia akan bersegera memeluk ibunya, dan berjanji akan selalu begitu setiap hari. Banyak. Banyak sekali respon positif dalam status tersebut. Setidaknya, pada hari itu topik dengan hastag #peluk mengalahkan hoax yang sebelumnya begitu ganas menguasai timeline.

Akun Tuhan diikuti banyak orang. Diburu media. Polisi pun mencoba memanfaatkannya dengan menggelar konferensi pers, menghimbau masyarakat, menjadikan status akun Tuhan sebagai contoh yang baik dalam mendinginkan suasana. Beberapa media mulai sibuk menelusuri akun tersebut. Dilacaknya, tak ditemui apa-apa. Hanya tertulis mulai menggunakan facebook sejak tahun 2009.

Beberapa pengamat mulai berspekulasi, bahwa berdasar IP Address, akun Tuhan disinyalir berada di Turkmenistan. Semakin bingung pula mereka membuat kesimpulan. Lha wong di negeri tersebut internet dianggap tabu. Di negara tertutup tersebut hanya ada satu warnet di Ashgabat dengan harga per-jam setara dengan tiket pesawat domestik pulang pergi. Itupun pengunjung harus menunjukkan dokumen lengkap dan pemerintah terus memantau laman yang dikunjungi. Rasa-rasanya tidak mungkin ada seorang pendatang, berani masuk ke dalam sana. Atau seorang turkmani iseng untuk berpikir hal-hal di luar negara ini. Jelas tidak mungkin. Masyarakat Turkmenistan cukup bahagia dengan kebijakan Presidennya sejak diangkat pada tahun 2008. Bahkan mereka memiliki kitab kenegaraan (semacam P4), sebagai kitab kedua selain kitab agama masing-masing yang wajib dihafal dan ditenteng kemana saja.

Lantas siapa orang di balik akun Tuhan?

Belum juga terjawab, akun tersebut kembali mengunggah status yang kurang lebih sama, berbicara tentang pentingnya sebuah pelukan. Kembali viral. Bahkan lebih viral dari sebelumnya. #peluk menguasai topik semua jejaring sosial, meski sebenarnya hanya diunggah di facebook. Para pelaku hoax, mulai merasa terganggu. Mereka juga mulai membuat berita miring tentang akun Tuhan dengan menghubung-hubungkan dengan salah satu pasangan capres dan cawapres. Beruntung, masyarakat seolah menemukan “messiah”-nya sehingga mulai geming terhadap berita selain status akun Tuhan.

Produser televisi mulai lincah menangkap fenomena ini. Beberapa mulai membuat acara reality show bertajuk ‘pelukan untuk mama’. Di mana sebuah pelukan menjadi kado paling istimewa dari seorang anak kepada ibunya. Seketika rating memuncak. Disusul kemudian acara-acara serupa. Film serinya muncul. Produser musik mulai tergesa-gesa menggarap lagu bertema pelukan. Iklan-iklan billboard di jalan, hampir semuanya diganti baru–tema #pelukan. Para capres dan cawapres pun mulai ikut-ikutan. Tim sukses berlomba-lomba membuat tagline yang serupa. Sebegitu berpengaruhnya tema pelukan, sehingga ketika kita makan di warung-warung kaki lima akan mendapati krupuk berlabel dua ikan yang saling memeluk. Bahkan sebagian warung yang sebelumnya memberikan gratis untuk siapa saja yanag hafal surat al waqiah, kini juga menambahkan syarat gratisnya untuk pengunjung yang berkenan memeluk ibu atau bapaknya dengan tulus di warung tersebut. Pengaruh akun Tuhan benar-benar menyentuh sampai akar rumput. Penyebar hoax dipaksa untuk frustasi, dan kemudian mati sendiri.

Seketika negeri ini menjadi sejuk. Tanpa kegaduhan perbedaan. Orang-orang lebih sibuk memeluk dalam berbagai perspektif masing-masing. Memeluk keluarga kecilnya, memeluk ibu dan bapaknya, memeluk agamanya, memeluk profesinya, memeluk anak-anak yatim, dan banyak hal-hal baik lain, dengan perasaan yang sangat tulus. Masyarakat cyber sibuk dengan analisa sebegitu hebatnya sebuah pelukan untuk kesehatan jasmani. Yang lain beropini bahwa kegiatan tersebut tidak hanya menjadi terapi kesehatan bagi yang sakit, namun juga bisa menjadi pencerah secara kerohanian. Ada juga yang gemar berswafoto, memamerkan adegan-adegan pelukan dengan ibunya, bapaknya, istrinya, anaknya, bahkan kekasihnya. Beberapa pengamat IT juga tampaknya mulai mengalihkan perhatian karena melacak keberadaan akun Tuhan mulai menemukan jalan buntu. Mereka mulai menganalisa perbandingan kecenderungan di awal tahun dengan saat ini. Hanya sebatas itu.

Pilpres berjalan cukup tenang. Para Capres dan Cawapres bahkan mengadakan acara nonton bareng quickcount hasil pemungutan suara. Tidak ada raut wajah ketegangan sama sekali di sana. Sorak sorai saling mengunggulkan pasangan masing-masing juga tidak ada. Semua berkumpul menjadi satu. Dan betapa hebatnya, ketika telah muncul satu nama pasangan pemenang, mereka bergembira merayakan dengan sebuah pelukan. Mungkin baru kali ini masyarakat kita mendapati kedamaian se-sejati ini. Mereka bahagia sebahagia-bahagianya. Angka kejahatan dan perceraian menurun drastis.

Di suatu tempat tampak sebuah jemari yang masih muda dan sebegitu lentiknya sedang mengetikkan sebuah kalimat pada kolom status facebook yang berulang kali dihapus kembali sebelum menekan opsi tombol ‘kirim’. Sebuah kalimat yang mungkin akan seketika menjadi viral seperti sebelumnya jika diunggah.

“Tuhan bisa cemburu. Tak ada yang berpikir untuk memeluknya. #peluk”

Malang, –

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *